Jumat, 25 April 2014

Pemilihen Pertua - Diaken. GBKP Rantauprapat




Motivasi dan Panggilan Penatua / Diaken
 Perenungan untuk memahami Pengertian Penatua dan Diaken
Dalam proses pemilihan Penatua dan Diaken GBKP
     Priode 2014 – 2019 


        Gereja dipanggil untuk menjadi Tubuh Kristus  dan ditempatkan oleh Tuhan di tengah dunia dalam rangka kehendakNya untuk menghadirkan untuk mencerminkan kehadiran Allah dan tanda-tanda Kerajaan Allah di tengah-tengah pelayanannya. Inilah yang disebut dengan tugas panggilan gereja di dalam dunia. Tugas panggilan dan pelayanannya kemudian dijabarkan dalam apa yang disebut “Tri Panggilan Gereja” yaitu : Bersekutu  (Koinonia), Bersaksi (Marturia) dan Melayani (Diakonia) dan dalam rangka mewujudnyatakan tugas panggilan tersebut gereja membentuk organisasi dan menata pelayanannya. Salah satu aspek dari organisasi dan penatalayanan gereja adalah pemilihan dan penetapan Majelis Jemaat yang terdiri dari para Penatua dan Diaken.

        Gereja adalah alat bukan tujuan. Gereja adalah alat Allah untuk mewujudkan misinya menghadirkan kerajaanNya di atas dunia ini, sehingga gereja hanya menyampaikan maunya Allah, bukan maunya kita. Sebagai alat, gereja hanya menjadi penting jika ia menjalankan fugsinya yaitu menyampaikan misi Allah, pembawa kabar baik (euanggelion). Sehingga jika gereja tidak berfungsi seperti ini ia menjadi insignifkan. Gereja bukanlah bertujuan untuk dirinya sendiri; memperbesar dan memperkuat dirinya sendiri. Sikap seperti ini berlawanan dengan sikap solidaritas yang ditunjukkan Allah dalam memberikan anakNya yang tunggal (Yoh 3:16) dan Golgotha. Tapi Gereja sesuai dengan pengertian ek-kalio, dipanggil keluar maka setiap jemaat as being a church dipanggil untuk mewujudkan kerajaan Allah di dunia melalui tiap pribadi anggota jemaat yang mengakui dirinya sebagai pengikut Kristus haruslah hidup berdasarkan injil (hakekat manusia baru yang hidup dalam roh- being as a church).

Gereja juga bukanlah sebuah organisasi sekuler, tetapi sebagai lambang dari kehadiran kerajaan sorga di dunia sehingga gereja membutuhkan semangat pengabdian seperti Yesus, yang mengembangkan sikap Servant Leadership, yang mengarah kepada kesadaran sikap gembala sebagai pelayan bukan sebagai penguasa, maka sangat disayangkan ketika aroma politik praktis merambah medan gereja dan hilangnya konsep-konsep teologis dalam bergereja, sehingga gereja dalam tugas panggilan serta pelayanannya mengalami kegagalan karena gereja (bc:Pelayan/Pejabat Gereja) terlalu memikirkan dirinya, memikirkan apa yang dapat diraihnya dan bagaimana agar dirinya tetap eksis.

Gereja (bc : Pelayan/pejabat gereja) seharusnya tetap berkarya dalam terang Firman Tuhan,  namun sayang saat ini kita tetap jatuh dalam persoalan – persoalan lama dalam pemilihan Pertua dan Diaken, beberapa praktek yang terjadi dalam pesta 5 tahunan grejawi tersebut antara lain :
  • Pemilihan pertua – Diaken yang diadakan dalam 5 tahun sekali seakan menjadi kompetisi yang harus dimenangkan. Di sisi lain ada juga mereka-mereka yang “berharap” dan bahkan “berusaha” agar terpilih dengan motivasi, tendensi dan kepentingan tertentu.
  • Pemilihan Pertua dan Diaken terkadang dibumbui dengan adanya kampanye kecil-kecilan dan bahkan kemungkinan adanya tim sukses yang dengan “sengaja menata” aturan main lokal untuk sebuah hasil kemenangan. 
  • Posisi sebagai Penatua dan Diaken  seakan sebuah jabatan yang harus di pertahankan. Jabatan Pertua dan Diaken bukanlah sesuatu yang harus dipertahankan karena “kekuasaan” dan “kehormatannya”. Oleh karena itu sangatlah penting diperhatikan motivasi dan visi seorang Penatua dan Diaken artinya apakah dia mendahulukan kehendak Allah atau kepentingan diri sendiri.
          Seturut dengan pemilihan pertua – Diaken yang akan diadakan di gereja kita, maka dalam tulisan ini saya akan menyampaikan tentang tugas dan panggilan Pertua – Diaken dalam pelayanan gereja dan saya sangat berharap kiranya bahasan ini akan dapat memberi informasi dan motivasi bagi jemaat dalam menentukan pilihannya dan bagi para calon Penatua dan Diaken di dalam mereka menjawab panggilan Tuhan untuk melayani jemaatNya.

Penatua Sebagai Panggilan Spiritual        
         Seseorang yang terpanggil dan diproses untuk menjadi seorang Penatua pada hakikatnya dia sedang mengemban suatu “panggilan spiritual” (rohani).  Sebab dalam mengemban tugas sebagai seorang Penatua, seseorang dipercaya untuk secara formal melaksanakan tugas panggilan sebagai hamba Tuhan yang melayani jemaat.  Pelayanan seorang Penatua tidak bersifat individual, tetapi dilaksanakan bersama-sama dengan para Penatua yang lain dan Pendeta. Karena itu syarat utama untuk melaksanakan jabatan Penatua adalah mengutamakan kualitas rohani yang baik dan dapat diteladani, serta mampu bekerja sama dengan para Penatua dan Pendeta.  Persekutuan yang menjadi wadah kepemimpinan para Penatua dan Pendeta tersebut dalam pengajaran gereja Calvinis disebut dengan “Presbyterium” atau yang disebut dengan “Majelis Jemaat”. Dengan demikian, Pendeta dan Penatua secara bersama-sama berkomitmen dalam iman untuk melaksanakan panggilan rohaniah, yaitu menjadi para hamba Tuhan Yesus Kristus yang saling melayani dengan penuh kasih.

Kualifikasi Seorang Penatua
        Dalam PL isitilah penatua disebutkan dalam bahasa Ibraninya “Zagen” dapat diterjemahkan “berumur, manusia purba, tua-tua, tertua, orang tua, pria dan wanita, senator’ (Kej 10:21; 25: 23; Ul. 5: 23; I sam 4: 3; I Taw 11: 3). Sehingga dapat diartikan bahwa arti dasar kata penatua dalam konsep PL adalah merujuk kepada orang yang lebih tua atau sudah tua baik pria maupun wanita. Jadi konsep atau defenisi penatua dalam PL mengarah kepada yang lebih tua tua yang telah memiliki banyak pengalaman baik itu dalam keluarga, politik, dan masyarakat. Dalam PB istilah penatua disebutkan dua kata yaitu “Penatua” dan “penilik”. Kata “penatua” (Yun: Presbuteros/Presbiter; Ing: Elder) yang terdapat dalam I Tim 5 : 19; Kis 20 : 17; Tit 1 : 5 diartikan sebagai penatua, orang yang lebih tua atau senior atau Majelis yang beranggotakan orang-orang berumur lanjut. Kata ini muncul 66 kali dalam PB.
Sebenarnya setiap anggota jemaat memiliki hak untuk menjadi seorang Penatua, asalkan anggota jemaat tersebut dapat melaksanakan tugas panggilannya sebagai pejabat gerejawi dengan setia dan bertanggungjawab. Untuk  itu tentunya dibutuhkan kriteria  spiritualitas sesuai firman Tuhan agar seseorang yang berjabatan Penatua dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan sesuai kehendak Tuhan. Kriteria yang ditetapkan berdasarkan   I Tim. 1: 3 : 1 - 7 adalah  : 
  • Moralitas yang tinggi : seorang yang tak bercacat,  suami dari satu isteri, dapat menahan diri. 
  • Temperamen atau karakter:  bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, bukan peminum, peramah dan bukan pemarah. 
  • Kompetensi : cakap mengajar orang.
  • Integritas : seorang kepala keluarga yang baik,  disegani dan dihormati oleh anak-anaknya ; mempunyai nama baik di luar jemaat.
       Tentunya  kriteria yang rinci dari I Tim. 3 : 1 - 7 tidak hanya terbatas pada hal-hal yang telah disebutkan. Misalnya makna “suka memberi tumpangan” lebih menunjuk kepada sikap kemurahan hati dan kepedulian seorang Penatua kepada persoalan yang dihadapi oleh anggota jemaat.  Juga kompetensi seorang Penatua tidaklah cukup hanya mengajar, tetapi juga apakah dia dapat menjadi penasihat yang bijaksana dan memiliki semangat untuk memberitakan firman Tuhan di berbagai bidang dan pekerjaan sehari-hari. Karena makna seseorang yang dipanggil untuk menjadi seorang Penatua bukan hanya saat dia bertugas di gereja; tetapi juga apakah dalam kehidupan sehari-hari dia mencerminkan sebagai seorang hamba/pelayan Tuhan di tengah-tengah keluarga dan pekerjaannya.  Nasihat Firman Tuhan yang perlu diperhatikan adalah : “Perhatikanlah semuanya itu, hiduplah di dalamnya supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang. Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau” (I Tim. 4:15-16).

Tugas Dan Pelayanan Seorang Penatua 
        Sebagaimana dipahami bahwa GBKP menganut sistem “Presbiterial-Sinodal”.  Dalam sistem ini bentuk penataan gereja dikelola oleh para “Presbiterium”, yaitu Majelis Jemaat, yaitu para Pendeta dan para Penatua yang berkedudukan setara. Dengan demikian tugas dan pelayanan seorang Penatua pada prinsipnya saling melengkapi dan saling mendukung sehingga dapat terwujud suatu pola pelayanan Majelis Jemaat yang efektif untuk melayani pekerjaan Tuhan. Adapun Faktor-faktor utama untuk mengemban tugas dan pelayanan seorang Penatua adalah :
  • Kesediaan untuk menyisihkan waktu secara khusus seluruh pelayanan gerejawi. 
  • Pola berpikir yang konseptual spiritual dan visioner.
  • Keikhlasan untuk membagi ide/gagasan,  dan juga kemampuan untuk menerima perbedaan (tidak memaksakan kehendak). 
  • Bertanggungjawab penuh terhadap pelaksanaan seluruh pelayanan Kebaktian dan program-program pelayanan gerejawi.
  • Mengawasi pengajaran dan perkembangan pemikiran teologis dalam kehidupan jemaat agar tetap sesuai dengan firman Tuhan dan pengajaran gereja. 
  • Kesediaan untuk terus belajar dibina dan diperlengkapi menurut pengajaran firman Tuhan dan Tata Gereja GBKP.
Diaken Sebagai Panggilan Spiritual
Sama seperti panggilan kepada Penatua maka setiap orang kristen juga dipanggil untuk menjadi Diaken,artinya setiap orang kristen adalah Diaken fungsional sekalipun tidak diangkat sebagai menduduki jabatan Diaken dalam struktur oranisasi gereja namun seseorang itu adalah Diaken pada dirinya sendiri sejauh dia mengaku sebagai Kristen. Berdasarkan I Yohanes 4:7-21 setiap orang Kristen dipanggil untuk menampakkan kasih, berupa kasih agave sebagai bukti bahwa Allah hadir di mana kasih dipraktekkan (Ubi caritas et amor ubi caritas Deus ibi est). Dalam hal ini Gereja purba menerapkannya langsung dengan mengangkat petugas yang berjumlah tujuh orang untuk memelihara para janda dan anak yatim-piatu yang berada di lingkup jemaat awal itu.  Para rasul yang sibuk dengan tugas pekabaan injil harus dibantu oleh para petugas ini sehingga tugas marturia sejalan dengan tugas diakonia.

Kata “Diaken” dalam konteks PL memang tidak disinggung secara eksplisit, tetapi apabila merujuk kepada defenisi umum yaitu pelayan/ melayani maka sangat banyak dijumpai istilah ini baik itu dalam konteks bermasyarakat, ibadah, keluarga dan penunjukan pelaksananya  tidak sembarangan.  Namun dengan demikian PB memberikan beberapa istilah Yunani erat hubungannya dengan kata “Diaken”, yaitu : 
  • Diakonos : Seorang hamba dari orang banyak, seorang pelayan, pembantu, abdi atau pelayan. (30 kali, mis : Mat 22:13; 23:11; Kol 1:7; Gal 2: 7, dsb.) 
  • Diakonia : Sebuah pelayanan atau melayani orang banyak; Melayani atau hadir sebagai seorang pelayan  (34 kali, mis :Rm 11:13; 12:7; I Tim 1:12, dsb.)
  • Diakoneo : Melayani orang banyak, menjadi seorang pembantu, menunggu; Pelayanan kepada orang lain, bertindak seperti orang yang melayani (37 kali, I Tim 3:10; I Kor 3:3; Rm 15:25, dst).
          Ketika Paulus menulis suratnya kepada jemaat Filipi “Dari Paulus dan Timotius, hamba-hamba Kristus Yesus, kepada semua orang kudus di Filipi dengan para penilik jemaat dan diaken”(Fil 1:1), sesungguhnya ia menyapa mereka dengan menyebutkan sebagai pelayan/hamba (Diakonoi). Kata Yunani untuk Diaken adalah Diakonos (dalam bahasa inggris : Deacon) dipakai dalam PB untuk menggambarkan pelayan/hamba, misalnya dalam beberapa teks PB : (Yoh 2 : 5, 9;  Mat 22 : 13a). Kata Diakonos juga sering digunakan secara khiasan untuk menyebut hamba-hamba/pelayan-pelayan Allah, Kristus / Injil / Jemaat.  Paulus pada umumnya juga menggunakan ungkapan itu untuk menyebut para pekerja Kristus, para rasul, pengajar dan pemberita Injil. (Kol 1:7; Ef.6:21; II Kor 6:4a). Di dalam ayat-ayat ini kata pelayan pada umumnya dipakai untuk orang secara pribadi melayani atau membantu orang lain, pekabaran Injil atau Allah. Dalam artian terjemahannya bukan diaken (Deacon) tetapi pelayan (Diakonos).

Kualifikasi seorang Diaken
Sesungguhnya apa yang dipaparkan Paulus menyangkut dengan kualifikasi Penatua dan Diaken memiliki prinsip yang sama bahwa mereka bukanlah orang yang sembarangan dipilih. Mereka juga harus memiliki kualifikasi yang baik dan sesuai dengan firman Tuhan. Memang ada beberapa penafsir yang mengatakan bahwa sebenarnya Paulus sangat terlalu umum untuk membahas menyangkut dengan kualifikasi Diaken. Tetapi meskipun hal itu bersifat umum bukan berarti bahwa kualifikasi itu harus diabaikan. Dalam I Tim 3 : 8 kata “demikian juga” menunjukkan bahwa kualifikasi para penilik dikenakan juga kepada para Diaken, yang walaupun ada beberapa tambahan dan ada yang dikurangi. Tetatpi substansinya Penatua dan Diaken memiliki kualifikasi yang sama. Berikut beberapa kualifikasi seorang Diaken, yaitu :
a.       Terhormat (I Tim 3 : 8)
Sebagaimana Paulus memberikan penekanan kepada kualifikasi karakter kepada seorang penatua, hal ini ditujukan juga kepada seorang diaken. Kata terhormat di sini tidaklah menunjukkan bahwa Diaken harus gila hormat, tetapi hendaknya memiliki karakter moral dan spiritual yang mendapat penghargaan dan pengakuan dari orang lain. Mereka tidak mudah dicela karena memiliki karakter yang dapat dipertanggungjawabkan. Kata “terhormat” bisa juga diartikan “terkenal baik” (Band Kis 6 : 3).
b.      Tidak bercabang lidah (I Tim 3 : 8)
Seorang Diaken harus mampu mengendalikan perkataannya dan tidak sembarangan berbicara. Ia bukan seorang yang suka bergunjing dari rumah ke rumah, bukan seorang yang suka menyebarkan gossip. Ia bukan seorang yang suka mengatakan sesuatu kepada seorang anggota jemaat, kemudian mengatakan sesuatu yang lain kepada anggota jemaat yang lain.

Demikianlah bahwa seorang Diaken harus memiliki karakter dan moral yang baik, kehidupan keluarga yang baik dan dapat memberikan teladan yang baik. Apa yang dipaparkan Paulus kepada Timotius dan Titus menyangkut kualifikasi Penatua dan Diaken adalah karakter dan bisa dihargai. Namun di atas semuanya itu yang paling utama bagaimana mereka telah dipenuhi oleh Roh Kudus sebagaimana dalam peristowa gereja mula-mula. Walaupun Paulus tidak menyinggung itu tetapi hal inilah yang paling mendasar dalam menentukan dan menetapkan seorang Diaken.

Tugas Dan Pelayanan Seorang Diaken  
Sebagaimana Penatua memiliki fungsi dalam jemaat, demikian juga para Diaken memiliki tugas-tugas tertentu yang tidak kala pentingnya dengan tugas para penatua, yaitu :
a.       Melayani para kaum papa/ miskin (bd. Kis 6: 1- 6 & Rom 16: 1 - 2; Rm 15 : 25, 26)
Dalam memberikan tugas-tugas kepada Diaken, tentunya Paulus dipengaruhi oleh tradisi gereja mula-mula yang dilakukan ketika memfungsikan seorang Diaken. Apabila dihubungkan dengan situasi gereja mula-mula bahwa para Diaken fokus untuk mengurus kaum miskin dan para janda. Di zaman helenistis, yaitu abad-abad antara PL dan PB, pergantian keadaan politik dan ekonomi memang membawa banyak perubahan, tetapi pemeliharaan orang miskin sebagai perbuatan kasih untuk sesame tetap menjadi sesuatu yang penting. Pada waktu itu gereja bertanggung jawab dengan kehidupan orang miskin.
Waktu para “pelayan meja” menurut Kis 6 diangkat dan diteguhkan di dalam jemaat purba di Yerusalem dapat dilihat tugas diaken “melayani janda-janda yang tidak cukup banyak perhatian”. Oleh pekerjaan mereka “kasih atau kemurahan Allah”, yang diberitakan oleh rasul, dilihat dan dihayati oleh janda-janda itu secara konkret dalam kehidupan mereka. Walaupun Paulus tidak memberikan secara detail apa yang menjadi tugas diaken, tetapi dalam banyak suratnya, dia selalu memberikan penekanan terhadap pelyanan kasih kepada orang miskin atau kaum marjinal.
b.      Memelihara rahasia iman (I Tim 3 : 9)
Seorang Diaken memiliki tugas untuk memelihara rahasia iman. Kata “rahasia seperti yang dikutip oleh Alexander Strauch dalam Expository Dictionary of New Testament adalah : “Dalam PB, kata itu bukan berarti misterius (sebagaimana kata bahasa Inggrisnya “mistery”) melainkan di luar jangkauan pemahaman biasa, yang hanya bisa dipahami dengan cara dan waktu yang ditunjukkan oleh Allah, dan hanya kepada orang-orang yang diilhami oleh Roh Kudus. Dalam pengertian biasa, misteri/rahasia mengandung arti pemahaman terselubung ; makna alkitabiahnya adalah penyingkapan kebenaran.” Jadi seorang Diaken tidak hanya memberikan pelayanan kasih kepada orang miskin, tetapi mereka juga bertanggung jawab untuk memelihara rahasia iman. Dengan kata lain mereka juga harus belajar menggali firman Tuhan dan memberitakannya kepada jemaat atau orang-orang yang dilayani. Misteri yang dimaksud adalah kebenaran di dalam firman-Nya.
c.       Memberikan pengajaran dan nasehat untuk kekuatan iman jemaat (band. Fil 1 : 1)
Tanggung jawab seorang diaken tidak lepas dari penggembalaan mereka secara in-formal. Tentunya Paulus tidak memaksudkan bahwa seorang diaken tidak boleh mengajar atau memberikan nasehat-nasehat kepada jemaat. Secara implicit dalam I Tim 3 : 13, mereka juga mempunyai tugas untuk memberikan kesaksian kepada jemaat bahkan kepada non-kristen. Mereka juga diharapkan memiliki hasrat untuk terus memperdalam pokok-pokok pengajaran iman Kristen yang akan mereka bagikan kepada jemaat.

Hubungan antara Penatua dan Diaken

    Ketika Paulus memberikan kualifikasi dan tugas-tugas dari penatua, dia tidak bermaksud untuk membeda-bedakan kedua jabatan itu dalam hal status. Ada beberapa penafsir yang cenderung melihat para Diaken sebagai bawahan para Penatua. Para Diaken dan para Penatua sebenarnya berdiri sejajar dan yang terpenting sebenarnya adalah mereka harus sedapat membuktikan bahwa hidup mereka baik, tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain, sebelum mereka ditetapkan dalam jabatan mereka. Di dalam Filipi 1: 1, Paulus menyebutkan Penatua dan Diaken secara bersamaan. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sejajar, tidak ada indikasi bahwa Paulus membeda-bedakan mereka. Kemudian Paulus dalam suratnya kepada jemaat Korintus (I Kor 1: 10-17) menunjukkan bahwa pelayanan dengan cara mengepalai atau melayani ada dan ditujukan bagi umat Allah, tetapi bukan untuk mencari jabatan atau kedudukan kekuasaan bagi mereka sendiri. Penatua tidak lebih rendah daripada pendeta dan tidak lebih tinggi daripada Diaken. Mereka semua adalah pejabat. Kalau hal ini kita lupakan besar kemungkinan bahwa Penatua dan Diaken kita anggap sebagai pembantu-pembantu Pendeta. Dengan demikian apa yang menjadi pemahaman sebagian gereja bahwa jabatan Penatua lebih penting dari Diaken tidaklah tepat. Mereka semua memiliki kedudukan yang sama baik itu di hadapan Tuhan, gereja dan masyarakat.

Masa Pelayanan Penatua dan Diaken    
      Masa Pelayanan seorang Penatua dan Diaken di gereja kita adalah 5 tahun, dengan demikian masa pelayanan seorang Penatua dan Diaken di suatu jemaat tidak bersifat permanen seumur hidup, tetapi bersifat periodik. Menurut Tata Gereja GBKP seorang Penatua yang telah menjabat satu periode (5 tahun) dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya (5 tahun), artinya setiap Penatua yang telah melayani selama satu periode tidak selalu harus dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.  Dalam hal ini Majelis Jemaat sebagai lembaga perlu memperhatikan aspek regenerasi dan kesempatan para anggota jemaat yang lain untuk mengemban tugas seorang Penatua. Kita perlu memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada anggota jemaat dengan kriteria yang telah disebutkan di atas untuk mengemban tugas pelayanan seorang Penatua.  Di samping itu Majelis Jemaat perlu memperhatikan aspek kualitas spiritualitas  (rohani) dari setiap pejabat gerejawi sehingga dapat terbentuk suatu sinergi pelayanan yang makin solid dalam mempermuliakan nama Tuhan.

      Idealnya seorang anggota jemaat yang diproses menjadi seorang Penatua adalah seorang anggota jemaat yang sejak awal aktif di berbagai bidang pelayanan gerejawi dan yang dengan setia mengikuti berbagai pembinaan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Majelis Jemaat, Klasis dan Sinode.  Sehingga pada saat seseorang diproses menjadi seorang Penatua, dia telah memahami dengan baik kehidupan dan pergumulan anggota jemaat, pengajaran dan teologi GBKP, motivasi pelayanan yang tulus dan kedewasaan sikap.  Karena itu semakin tinggi kualitas spiritualitas dan kompetensi para Penatua dan Pendeta, maka makin efektif pula pelayanan gereja Tuhan untuk mengarungi kehidupan dan persoalan di tengah-tengah dunia ini. Dalam pengertian ini tepatlah firman Tuhan yang berkata: “Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah” (I Tim. 3:1)

       Apabila dihubungkan dengan cara pemilihan, kedua-duanya melewati proses yang sama yaitu melewati pemilihan dan penentuan dari jemaat (band I Tim 3 : 10 ; Kis 6 : 1 - 7). Paulus mengatakan bahwa keduanya melewati proses pengujian dari jemaat. Jadi keduanya melewati proses yang ketat dan jemaat harus menguji apakah mereka layak menjadi Penatua atau Diaken. Jadi Pemilihan Penatua dan diaken haruslah melibatkan Roh Kudus dan doa, supaya jemaat tidak salah dalam memilih. Hal ini telah dilakukan oleh gereja mula-mula ketika meilih ketujuh Diaken.

Tahun peningkatan Kwantitas dan Kwalitas
      Tahun 2014 adalah adalah tahun peningkatan kwantitas SDM yang berkwalitas maka visi utama yang ingin diraih, dalam Peningkatan Kuantitas SDM yang berkwalitas tersebut adalah : Menghadirkan jemaat dan Pelayan/Pejabat Gereja yang hidup beriman dan berintegritas serta berhikmat yang akan terlihat melalui kepribadian yang kreatif, kritis, mandiri dan berwawasan luas serta profesional, memiliki kepedulian sosial, lingkungan dan beretika moral yang tinggi, memiliki karakter Kristiani yang takut akan Tuhan.  

        Sebuah proses pemilihan tentu harus mempunyai goal yang baik demi sebuah pengembangan pelayanan di Jemaat, namun jika unggul tanpa kerendahan hati dan memakai cara konspirasi dengan lempar batu sembunyi tangan, berbuat dosa dan menyalahkan Iblis, merusak dan mengkambinghitamkan sesorang bukanlah suatu cara yang terpuji. Janganlah menjadi pemimpin (pelayan) yang jago dalam mendaki gunung kekuasaan, tapi mereka lupa mempersiapkan diri untuk turun dengan selamat.     

Saudaraku yang terkasih di dalam Tuhan :    
      Sebentar lagi kita akan memilih, pilihlah sesuai kata hati nurani anda sendiri, abaikan intimidasi, Perasaan rendah diri dan gantikan dengan rasa percaya diri, karena anda adalah insan mandiri, pribadi yang penuh harga diri, tidakkah kita mengetahui berada dalam bilik suara memberikan pilihan adalah ibarat berada dalam sebuah ruang yang kudus, a holy space : dimana hanya Tuhan dan hati nurani kita yang tahu kita memilih siapa ?.

Syalom dan salam saya :
Semoga sedikit catatan ini berguna bagi kita semua dan tulisan ini bukan bersifat ilmiah tetapi hanya sebagai sebuah perenungan bagi kita semua jemaat dan kepada yang saya kutip dari beberapa tulisan teman – teman yang perduli terhadap perkembangan gereja.