TUHAN TIDAK HAUS PUJIAN !
“TUHAN TIDAK HAUS PUJIAN” benarkah ? dari
kesaksian Alkitab, ya dan benar sekali, “TUHAN TIDAK HAUS PUJIAN”. Oleh
itu sebenarnya, tidak harus dan tidak perlu juga memaksa diri memuji –
muji Tuhan dengan histeris dan sampai kelelahan seperti yang dilakukan
mereka – mereka yang suka histeris bernyanyi yang katanya memuji Tuhan.
Alkitab menyaksikan, Tuhan Allah – lah
yang selalu berinisiatif menjumpai umatNya pada waktu dan tempat yang
ditunjuk oleh Tuhan sendiri. Oleh itu perjumpaan atau pertemuan antara
Tuhan Allah dengan umat selalu merupakan prakarsa atau inisiatif Tuhan
sendiri. Dialah yang mengundang umatNya mendekat kepadaNya. Oleh itu
dalam sebuah ibadah Tuhan yang tetap menjadi tuan rumah dan umat
tetaplah tamu bukan sebaliknya. Oleh itu dalam ibadah Tuhan mau
berbicara dan ketika Tuhan berbicara sebaiknyalah umat berhenti berkata –
kata, membuka telinga dan hatinya untuk firman. Lalu apakah Tuhan tidak
suka mendengar suara kita ? Tentu, Tuhan sangat suka mendengar suara
kita, bahkan Ia sangat suka Tuhan mendengar yaitu mendengar umatNya
berbicara dan menyampaikan isi hatinya dari lubuk yang paling dalam.
Lalu apa hubungan ya dengan judul diatas
“TUHAN TIDAK HAUS PUJIAN” ? bukankah bernyanyi juga juga berbicara pada
Tuhan ? Bukankah dalam bernyanyi kita memuji Tuhan ? Bukankah dalam
Alkitab kita membaca di katakan Pujilah Tuhan dengan segala alat musik
yang ada ? ahhh … yang benar saja, masa Tuhan tidak boleh di puji, kalau
begitu untuk apa nyanyian pujian ? tidak usah bernyanyi lebih baik,
datang, duduk, diam dengar firman, kami ini punya talenta lho dalam
bernyanyi dan kami yakin Tuhan itu pasti senang dengan pujian kami …
ahhhh, ada – ada saja ! judul tulisan ini … hehehe.
Benar sekali menyanyi dalam ibadah sangat
penting dan bahkan harus ada. Alkitab juga mengatakan segala makhluk
dipanggil untuk memuji dan memuliakan nama Tuhan (Mzm 150:1-6).
Orang-orang percaya dipanggil untuk memuliakan nama Tuhan salah satunya
melalui pujian atau nyanyian. Di dalam Alkitab, kita dapat melihat
beberapa istilah menunjuk pada tindakan memuji nama Tuhan seperti: halal/hallelu (Ibr) yang artinya: Puji Tuhan; yadah (Ibr) yang artinya: bersyukur, menyanjung, menyembah ; tehillah (Ibr) yang artinya: memuliakan, memuji, nyanyian pujian; epainos (Yun) yang artinya pujian, penghargaan; aineo (Yun) yang artinya : berkata-kata dalam bentuk pujian; humneo (Yun) yang artinya menyanyi, menyanjung dan memuji dengan sikap khidmat.
Tapi kan ada tapinya …. hehehe. Tujuan utama nyanyian dalam ibadah memang memuliakan Tuhan (glorification),
dimana melalui nyanyian dan pujian jemaat mengalami perjumpaan dengan
Tuhan, sehingga diharapkan terjadi transformasi dalam hidup jemaat yang
beribadah. Oleh itu sangatlah penting diketahui bahwa di dalam setiap
ibadah, Tuhanlah yang menjadi pusat perhatian, bukan figur pendeta,
liturgis atau penyanyi (song leader/whorship leader) artinya ibadah
bukanlah sebuah entertaiment rohani dan panggung kaum rohaniawan
mempertontonkan ibadahnya.
Musik dan nyanyian juga memang salah satu
mata rantai dalam liturgi yang tidak bisa di pisahkan dari keseluruhan
rangkaian ibadah. Tetapi suatu ibadah akan terganggu apabila musik /
nyanyian berjalan tidak sebagaimana mestinya. Benar sekali musik dan
nyanyian akan memberi bobot / mempertajam pengungkapan makna iman dan
perasaan, karena bisa jadi pengungkapan isi hati tidak cukup bila hanya
diungkapkan dengan kata-kata. Benar sekali melalui puji – pujian akan
tercipta ruang spiritual dan kesadaran tentang kebesaran, kuasa kasih
Tuhan dan benar sekali dengan penghayatan tertentu musik dan nyanyian
pujian dapat menyegarkan, memperbaharui, bahkan mengubah sikap hidup
seseorang (bdk.1 Samuel 16 : 16, 23).
Tapi apakah memang seperti itu sekarang
fungsi musik dan nyayian pujian dalam ibadah jemaat saat ini ? belum
tentu dan bisa jadi tidak ! terkadang music dan nyayian pujian itu telah
mengambil fungsi lain yaitu entertaiment rohani. Dalam Alkitab
dikatakan paduan suara memang sudah ada sejak dari jaman Perjanjian
Lama. Dalam 1 Tawarikh 6 : 31 – 32 ; 1 Tawarikh 23 : 5 ; 25 : 1 – 8
terdapat kelompok penyanyi menjalankan tugas pujian untuk disampaikan
menjadi bagian dalam peribadatan di rumah Tuhan. Bahkan menempati
kedudukan khusus dalam ibadat (1 Taw 6:31, 2 Taw 5:11-13). Kelompok
paduan suara ini pun memperisapkan dirinya dengan dangat baik sehingga
nyanyian pujian yang mereka kumandangkan memang benar memuliakan Tuhan,
bukan sekedar keindahan, bukan untuk menggembirakan dan memuaskan
kebutuhan spiritual, bukan konser, bukan aktor atau artis ( bd.1 Taw
16:23).
Saya kira kita dapat belajar dari gereja
HKBP dimana “Paduan Suara / Koor / Vocal Group” mereka bukanlah sentral
dari sebuah ibadah tetpi tetap sebagai pujian dan sebagai sarana
pemberitaan firman. Adakah di gereja mereka Song leadaer ya ada, tapi
itu pun di tempatkan hanya sebagai penopang dan pemandu, karena sampai
saat ini mereka masih menempatkan nyanyian jemaat dari seluruh umat
sebagai yang utama bukan sekelompok orang. Dalam hal lain kebiasan dari
HKBP jika ada “Paduan suara/ Koor / Vocal Group” yang ingin
mempersembahkan nyanyian pujian, maka “Paduan suara / Koor / Vocal
Group” itu tetap berdiri di tempatnya menghadap altar, dengan alasan
“Paduan suara / Koor / Vocal Group” itu hanya sebagai wakil dari
keseluruhan jemaat menyampaikan pujian khusus kepada Tuhan dan bukan
sebagai wakil Tuhan untuk menghibur jemaat. Dan oleh pemahaman itulah
mereka tidak mengharuskan ada pujian khusus di setiap ibadah, yang ada
adalah nyanyian jemaat secara keseluruhan dan catatan penting dari
ibadah mereka bahwa tidak ada kelompok “Paduan suara/ Koor / Vocal
Group” yang berani meninggalkan kebaktian setelah mereka selesai
menaikkan pujian khusus mereka sebelum semua ibadah berakhir, karena
mereka memang memahami “TUHAN TIDAK HAUS PUJIAN”.
Pekanbaru 15 Maret 2016. Pdt. Israel HS Milala.